Keutamaan Basmalah | |||
|
|||
Membaca basmalah disunnahkan pada saat
mengawali setiap pekerjaan. Disunnahkan juga pada saat hendak masuk ke
kamar kecul (toilet). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadis. Selain
itu, basmalah juga disunnahkan untuk dibaca di awal wudhu,
sebagaimana diriwayatkan oleh hadis marfu' dalam kitab Musnad Imam Ahmad
dan kitab-kitab sunan, dari Abu Hurairah, Sa'id bin Zaid dan Abu Sa'id,
Nabi saw bersabda yang artinya, "Tidak sempurna wudhu bagi orang yang tidak membaca nama Allah padanya." (Hadis ini Hasan).
Juga disunnahkan dibaca pada saat hendak makan,
berdasarkan hadis dalam Sahih Muslim, bahwa Rasulullah saw pernah
bersabda kepada Umar bin Abi Salamah: "Ucapkan 'bismillah', makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat darimu."
Meski demikian, di antara ulama ada yang
mewjibkannya. Disunnahkan pula membaca ketika hendak berijma' (melakukan
hubungan badan), berdasarkan hadis dalam kitab Sahih al-Bukhari dan
Muslim, dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda yang
artinya, "Seandainya seseorang di antara kalian apabila hendak
mencampuri istrinya membaca, 'Dengan nama Allah, jauhkanlah kami dari
setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada
kami', jika Allah menakdirkan anak melalui hubungan keduanya, maka anak
itu tidak akan diganggu setan selamanya."
Kata "Allah" merupakan nama untuk Rabb. Dikatakan bahwa Allah adalah al-ismul-a'zham (nama yang paling agung), karena nama itu menyandang segala macam sifat, sebagaimana firman Allah yang artinya, "Dialah
Allah yang tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia, yang
mengetahui yang gaib dan nyata. Dialah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang." (Al-Hasyr: 22).
Dengan demikian, semua nama-nama yang baik itu
menjadi sifat-Nya. Dalam kitab sahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, "Sesungguhnya Allah itu mempunyai 99 nama, seratus kurang satu, barangsiapa yang dapat menguasainya, maka ia akan masuk surga."
Mengenai daftar nama yang sesuai dengan jumlah
bilangan ini diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi dan
Ibnu Majah. Namun, antara kedua riwayat itu terdapat perbedaan tambahan
dan pengurangan. (Maksudnya disebutkan di dalam riwayat Tirmizi
nama-nama yang tidak disebutkan di dalam riwayat Ibnu Majah, demikian
juga sebaliknya, pent).
Nama Allah merupakan nama yang tidak diberikan kepada
siapa pun selain diri-Nya, yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Oleh karena
itu, dalam bahasa Arab tidak diketahui dari kata apa nama-Nya itu
berasal. Maka, di antara para ahli nahwu ada yang menyatakan bahwa nama
itu (Allah) adalah ismun jamid, yaitu nama yang tidak mempunyai kata dasar.
Al-Qurthubi mengutip hal itu dari sejumlah ulama yang
di antaranya adalah Imam Syafi'i, al-Khathabi, Imamul Haramain,
al-Ghazali, dan lain-lain.
Dari al-Khalil dan Sibawaih diriwayatkan bahwa "alif"
dan "lam" dalam kata "Allah" merupakan suatu yang lazim (tak
terpisahkan). Al-Khathabi mengatakan, "Tidaklah anda menyadari bahwa
anda dapat menyerupakan 'ya Allah' dan tidak dapat menyerukan, 'ya
ar-Rahman'." Kalau hal itu bukan dari asal kata, maka tidak boleh
memasukkan huruf nida' (seruan) terhadap "alif" dan "lam". Ada juga yang berpendapat bahwa kata Allah itu mempunyai kata dasar.
Ar-rahmanirrahim merupakan dua nama dalam bentuk mubalaghah (bermakna lebih) yang berasal dari satu kata ar-rahmah. Ar-rahman lebih menunjukkan makna yang lebih daripada kata ar-rahim.
Dalam pernyataan Ibnu Jarir, dapat dipahami adanya
kecenderungan mengenai hal ini. Sedangkan dalam tafsir sebagian ulama
salaf terdapat ungkapan yang menunjukkan hal tersebut.
Al-Qurthubi mengatakan, dalil yang menunjukkan bahwa nama ini musytaq adalah hadis riwayat at-Tirmizi, dari Abdurrahman bin Auf ra, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, "Allah
Ta'ala berfirman: 'Aku adalah ar-Rahman, Aku telah menciptakan rahim
(rahm-kerabat). Aku telah menjadikan untuknya nama dari nama-Ku.
Barangsiapa menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barangsiapa
memutuskannya maka Aku pun memutuskannya'."
Ini merupakan nash bahwa nama tersebut adalah musytaq, karena itu tidak diterima pendapat yang menyalahi yang menentang.
Abu Ali al-Farisi mengatakan, ar-rahman merupakan
nama yang bersifat umum dalam segala macam bentuk rahmat, dikhususkan
bagi Allah SWT semata. Sedangkan ar-rahim, dimaksudkan bagi orang-orang
yang beriman. Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman yang
artinya, "Dan Dialah yang Maha Penyanyang kepada orang-orang yang beriman." (Al-Ahzab: 43).
Ibnu al-Mubarak mengatakan ar-Rahman yaitu jika
dimintai, Dia akan memberi. Sedangkan ar-Rahim yaitu jika permohonan
tidak diajukan kepada-Nya, Dia akan murka. Sebagaimana dalam hadis
riwayat at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Shalih al-Farisi al-Khuzui,
dari abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka Dia akan murka kepadanya."
Nama "ar-Rahman" hanya dikhususkan untuk Allah
semata, tidak diberikan kepada selain diri-Nya, sebagaimana firman-Nya
yang artinya, "Katakanlah: 'Serulah Allah atau serulah ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai al-Asma'ul-husna
(nama-nama yang terbaik)'." (Al-Israa': 110).
Oleh karena itu, ketika dengan sombongnya Musailamah al-Kadzdzab menyebut dirinya dengan sebutan rahman al-yamamah, maka Allah pun memakaikan padanya pakaian kebohongan dan membongkarnya, sehingga ia tidak dipanggil melainkan dengan sebutan Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah si pendusta).
Sedangkan mengenai "ar-Rahim", Allah Ta'ala pernah
menyebutkan kata itu untuk selain diri-Nya, yang dalam firman-Nya Allah
menyebutkan yang artinya, "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang
rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu. Amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin." (At-Taubah: 128).
Sebagaimana Dia juga pernah menyebut selain diri-Nya
dengan salah satu dari nama-nama-Nya, sebagaimana firman-Nya yang
ertinya, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari seteter air
mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan ia sami'an (mendengar) dan bashiran
(melihat)." Al-Insan: 2).
Dapat disimpulkan bahwa di antara nama-nama Allah itu
ada yang disebutkan untuk selain diri-Nya, tetapu ada juga yang tidak
disebutkan untuk selain dri-Nya, misalnya nama Allah, ar-Rahman, al-Khaliq, ar-Razzaq, dan lain-lainya.
Oleh karena itu, Dia memulai dengan nama Allah, dan menyifati-Nya dengan ar-Rahman, karena ar-Rahman itu lebih khusus daripada ar-Rahim.
Sumber: Terjemahan Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), Tim Pustaka Imam as-Syafi'i